Belida - Clown Knifefish (Notopterus chitala)
Ketika ruang telah kosong dan lampu-lampu dipadamkan, sepasang belida keluar dari balik "panggung" dan mulai "menari". Tubuh mereka yang lentur meliuk-liuk di antara tanaman air.
Dalam gelap, mata mereka seperti mata kucing menatap calon mangsanya dan...hap... ikan-ikan kecil pun disergap.
Mereka terus menari. Dalam mitos orang-orang Tionghoa Perantauan (Hoa Kiau), tarian para penari malam dan kecipak air yang mereka timbulkan memancarkan kekuatan magis untuk menolak bala.
Akan tetapi entah mengapa, orang-orang Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel), menamakan ikan itu belida. Artinya makhluk yang pandai berdiplomasi (be = punya, lida = lidah, pandai bersilat lidah). Sebagian orang-orang tua Muara Enim yang bermarga Belida percaya, mereka keturunan ikan belida yang magis dan berwibawa itu.
Meski sama-sama tergolong ikan purba, diperkirakan usia belida sedikit lebih muda dari arwana yang lebih populer di pasar ikan hias.
"Usia bisa diperkirakan lewat usia mitos tentang mereka. Makin tua usia mitosnya, makin tua kemungkinan usia ikan itu. Mitos tentang belida atau Notopterus chitala sedikit di belakang mitos arwana," tutur Peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, Mas Tri Djoko Sunarno.
Dilihat dari bentuk mulut yang sama-sama mengarah ke atas, mulut arwana lebih menjorok ke atas dibanding belida. Dari situ disimpulkan, usia arwana diperkirakan lebih tua.
Awalnya belida tersebar di kawasan Asia Tenggara dan India. Di Indonesia belida hidup di anak-anak sungai besar yang bersebelahan dengan daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa terutama Jawa Barat.
Karena sulitnya proses pemijahan, perubahan lingkungan alam, serta eksploitasi yang berlebihan, populasi ikan karnivora ini merosot drastis.
Di Sumsel hanya sampai awal 1980-an belida mudah ditemukan di anak Sungai Musi seperti Sungai Arisan Belida dan Sungai Meriak.
Sampai 1998, di Sungai Citarum, Jawa Barat, jumlahnya masih enam ton, tapi setahun kemudian tak seekor pun ditemukan.
Dibandingkan ikan lain, belida lebih sulit berkembang. Di samping lebih sedikit memproduksi telur, ikan ini memiliki banyak musuh seperti ikan gabus, ular, dan biawak.
Menurut Tri Djoko, jumlah telurnya cuma 1.000-6.000 butir atau maksimal lima persen dari berat tubuh ikan betina. Bandingkan dengan jumlah telur ikan mas yang bisa 20 persen dari berat tubuhnya.
"Memang 90 persen dari jumlah telur tersebut menetas, tapi yang kelak menjadi dewasa dan siap kawin cuma satu persen," papar Tri Djoko.
Pemangsa kalajengking, kodok, dan ikan-ikan kecil ini hidup di kedalaman 2-3 meter di tempat-tempat gelap. Saat air sungai meluap, mereka naik ke rawa-rawa untuk kawin dan melepas telurnya di sana.
Pasangan belida yang siap kawin berusia dua tahun untuk jantan dan tiga tahun yang betina. Pada usia itu, pasangan tersebut memiliki panjang tubuh 40-50 sentimeter dan berat di atas dua kilogram. Belida kawin secara massal.
Di lingkungan para penggemar dan pedagang ikan hias, belida asli nyaris tak dikenal dibanding belida bangkok hasil pemuliaan.
Ada dua jenis belida bangkok yang beredar di pasaran. Satu berwarna abu-abu keperakan, lainnya albino. Keduanya memiliki belang hitam dengan garis tepian putih. "Makin banyak belangnya, makin banyak dicari orang," tutur Eka Surya, pemilik Mawar Aquarium di Meruya Selatan, Jakarta Barat.
Harga sepasang belida bangkok berukuran 20 sentimeter saat ini Rp 30 ribu, sedangkan yang sudah dewasa dengan panjang 50 sentimeter dan berat badan delapan kilogram mencapai Rp 400.000. "Sebagai ikan hias belida bangkok pernah populer. Tahun 1995-1997 saya mampu menjual minimal 100 ekor per bulan," ujar Eka Surya.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Muara Enim Abdul Nadjib mengatakan, permintaan belida sebagai ikan konsumsi di Sumsel dan sekitarnya masih sangat tinggi.
"Saat ini di Palembang, permintaan home industry makanan khas daerah akan belida 5 kg/hari. Padahal sekurangnya ada 40 home industry. Belum lagi permintaan pasar-pasar tradisional di Palembang. Pasar Cinde saja butuh 40 kg per harinya, padahal nelayan cuma mampu memasok kurang dari dua persen," ujarnya.
Karena itu pula belida diupayakan budidayanya melalui tambak-tambak seperti di Agro Tekno Park. (win)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar